Halaman Yang Ada Di Blog-ku

Rabu, 28 Maret 2012

FF - Late Last - Part2/END



Author    : HHSPIR
Tittle    : Late Last
Casting    : Park In Ri, Lee Jin Ki, and other comeo
Genre    : Romance, Horror (?),
Rating    : PG-15 -TAPI mengandung bahasa yang sedikit frontal-
Note    :
-    Judulnya sengaja dibuat Late Last bukan karena Author ini ndak bisa bahasa inggris atau salah ketik wkwkwkwkwk (alibi)
-    Semoga kena deh ceritanya, soalnya yang jadi cast-nya bukan Bias siii :P Kalo ndak kena, dikena-kenain ya Readers yang baikkk....
-    Song Suggest; pokoknya lagu-lagu yang galau ajaaaaa
-    FF perayaan kembalinya SHINee dan berakhirnya UTS
*******************************************************************************************
Late Last

Tsk,
Dulu aku pernah berkata pada teman-temanku
Jatuh cinta pada karakter manga yang bermata besar dan berwajah sempurna itu perbuatan bodoh
Karena mereka tidak benar-benar ada
Tapi sekarang,
Aku membusuk dalam kalimatku sendiri
Aku salah
Aku salah waktu itu
Jatuh cinta pada sesuatu yang tidak ada itu..
Lebih baik..
Ah, tidak..
hanya akan lebih baik, jika pada kasus ku ini..



Dua minggu kemudian
.
.
.
“Kau sungguh beruntung, In Ri-aa!” kata yeoja manis yang sepertinya langsung duduk di tepi ranjangku.

Aku hanya membalasnya sambil tersenyum. Membayangkan angan-angan yang akan segera menjadi nyata.

“Kau tau, orang lain butuh waktu bertahun-tahun untuk mendapatkan donor mata. Tapi kau?!” katanya lagi.
Ya, tadi pagi aku mendapatkan bahwa donor mata untukku sudah siap. Aku akan segera bisa melihat lagi, lusa aku sudah akan melakukan opreasi itu. Aku akan kembali melihat, merengkuh duniaku yang penuh warna lagi, dan yang terpenting aku akan segera menemuinya. Eh? Menemuinya? ASTAGAA!!!!! Aku lupa sesuatu.

“Eemhhh.. Jung Soo-aa.. mian. Tapi bisakan kau mengantarku ke taman rumah sakit?” tanyaku.

“Eh? Untuk apa?” dia malah membalasku dengan pertanyaan.
.
Aku hanya menyeringai tersenyum.

“Ahh!! Arra. Kau mau menemui Jinki? Benarkan? Ahh! Kebetulah aku sangat penasaran dengannya.” Katanya bertubi-tubi sambil mengguncang bahuku. “Ayo kita berangkat.” Katanya sambil menuntunku turun dari ranjang, mengambil tongkatku dan menuntunku dengan sabar.

+++

“Huuuuftt.” Terdengar lenguhan bosan dari Jung Soo.

Kami sudah berada disini sejak sekitar 30 menit yang lalu, tapi Jinki tidak juga datang.

“Apakah masih lama? Aku harus pergi kesuatu tempat.” Katanya

“Benarkah? Mmm.. kalau begitu pergilah dulu.” Kataku menoleh kan kepala. Semoga saja aku tidka salah menoleh.

“Kau tidak apa-apa?” tanyanya.

“Tidak. Jinki pasti akan segera datang.” Kataku yakin.

“Hhhhmm. Kau tau In Ri-aa? Kau terlalu percaya padanya.” Katanya menakut-nakuti ku. Ck, memang dasar (?) chingu ku yang satu ini. “Baiklah! Aku pergi! Anneyong!” katanya.

Aku menggosok-gosok kedua lututku dengan tangan, kembali menunggu. Ah, iya! Sepertinya sekarang aku sudah bisa melupakan Minho. Hah! Kalau ada yang bertanya siapa Minho. Aku akan berkata ‘dia mantan pacarku’ dengan tegas. Kalau ada yang bertanya bagaimana perasaanku sekarang. Aku akan menjawab ‘’bahagia’.

Mmmhh.. bagaimana bisa aku cepat sekali melupakannya ya? Apa aku menyukai namja lain? Apakah itu.. mm Jinki-ssi? Molla. Menurut pendapat readers bagaimana? >plak!<

Hujan tiba-tiba turun sedikit demi sedikit. Tapi bukan hujan lebat yang turun kali ini, tapi hujan gerimis. Aku menengadahkan tanganku pada udara yang kosong mencoba meraih air hujan. Oh iya, sebelum aku buta. Aku tidak terlalu menyukai hujan, tapi ketika nanti aku sudah tidak buta, aku akan tetap menyukai hujan. Karena, hujan yang membuatku bertemu dengan.. mmmm...

“Aku tau kau suka hujan In Ri-aa.. tapi tidak berarti aku mau hujan-hujan kan?” tiba-tiba suara seseorang yang sedari tadi aku tunggu terdengar sangat dekat ditelingaku.


Aku segera menoleh ke arah suara itu. Mencoba menatap matanya dengan mataku yang buta.

“Kajja kita pergi.” Katanya menggandeng tanganku.

“Ang gha!!” kataku sambil menggeleng cepat. “Jebal yo Jinki-aa.” Kataku

“Dasar anak bandel.” Katanya sambil mengusap pucuk kepalaku.

“Lusa, aku akan operasi mata.” Kataku.

“Benarkah?” tanyanya pelan. Aku kira dia akan mengatakannya dengan perasaan senang. Kenapa nada bicaranya begitu?

“Gureom. Kenapa? Kau tidak siap aku melihat wajahmu oeh? Ckckck,, aku harus mempertampan wajahmu setelah ini.” Kataku menggodanya.

“Yak!! Kau... tunggulah! Kau pasti akan terpesona padaku nanti!” katanya sambil mencubit pipiku dan mengarahkannya ke kanan dan kiri.

“Bisakah kau melakukan sesuatu untukku?” tanyanya dengan nada bicara yang berubah serius.

“Apa?” tanyaku yang entah kenapa mengikuti nada bicaranya.
.
.

(dirahasiakn hingga FF ini tamat)
.
.
“Baiklah.” Kataku mengiyakan permintaannya

“Baiklah! Ayo aku antar kau ke kamar lagi.” Katanya sambil menggandengku. Waktu itu, aku hanya menurutinya saja.


+++


Kami sampai di depan kamar rawat ku beberapa saat kemudian.

“Baiklah! Kau istirahat ya?” kataku

“Kau yang seharusnya istirahat! Kau kan akan segera operasi.” Katanya memencet ujun hidungku.

“Arrasooo.” Kataku membuat bentuk ‘O’ yang besar di mulutku.

“Baiklah, aku pergi.” Katanya

“Oppa!!” aku meneriakinya.

“Eh? Sejak kapan kau memanggilku Oppa?” tanyanya.

“Kapan kita bertemu lagi?” tanyaku.

“Mmm.. segera. Makanya cepat operasi dan segera sembuh, ne?” katanya.

“Baiklah! Anneyong, Oppa!! Saranghaeyo!!” kataku dengan nada usil padanya. Hahaha!! Dia pasti salting sekarang.

“Na do” katanya yang aku balas juluran lidahku dan segera menghilang dari balik pintu.

+++


Hari pertama setelah operasi


Kenapa kau tidak datang?

Aku sudah menunggumu disini.

Bahkan hujan juga ikut menunggumu

Aku sudah lebih baik sekarang

Perban di mataku ini akan segera dibuka dan aku akan segera bisa melihat warna lagi

Aku sudah siap oleh terpesona dengan mata dan senyummu

Tapi kenapa kau tidak datang?

Bukannkah kau janji kita akan bertemu?

.
.
.
.

Setelah aku bisa melihat dunia lagi


Kapan kau akan menemuiku?

Ini sudah kesekian kalinya aku menunggu

Dan sudah kesekian kalinya juga kau tidak datang

Kau kemana?

Apa kau sakit?

Kau tau, aku sangat-sangat merutuki diriku sendiri yang tidak pernah bertanya tentangmu..

Kau sakit apa?

Rumahmu dimana?

Selama ini aku terlalu banyak memikirkan diriku sendiri

Ma’afkan aku..

Tolong temui aku sehingga aku bisa menerima hukumanku

Besok aku akan keluar dari rumah sakit

Oh, iya. Aku akan segera menepati permintaan mu..

Semoga setelah itu, kau akan menemuiku


+++


“Terima kasih, In Ri-yang. Kau benar-benar gadis yang baik. Pantas Jinki memintamu.” Kata seorang wanita paruh baya berwajah ramah itu sambil menepuk pelan pundakku.

“Baiklah, Omonim. Saya pergi dulu.” Kataku sambil keluar dari bagunan luas itu. bangunan yang cukup luas untuk dihuni 30 anak-anak dengan lapangan bermain disisi depannya. Membuat setiap orang yang melewatinya bisa melihat gelak tawa anak-anak yang akhirnya bisa merasakan secuil keberuntungan setelah terpisah dari orang tuanya. Entah itu hilang, dibuang, atau terpisah selama-lamanya.


Aku kembali menyusuri jalanan lengang yang dipenuhi dengan fatamorgana dimataku. Musim semi telah berakhir, berganti musim panas yang begitu menyengat tak ada lagi hujan, tak ada juga dirimu. Tapi, jika hujan akan muncul pada musim semi mendatang, apakah kau juga akan muncul saat itu?

“Jinki?” tanya wanita paruh baya itu

“Ne. Aku kemari untuk memenuhi permintaannya sekaligus untuk mencari tahu tentangnya.” Kataku.

“Dia,,,”

“Ne?”

“Dia kecelakaan satu bulan yang lalu, dan beberapa minggu yang lalu dia meninggal.” Katanya menusukku.

“Apa? Lalu.. Laluuu.. Jinkkii..” kata-kataku tersengal.

“Jinki adalah donatur sukarela di panti kami ini.” Kata wanita paruh baya itu.

“Om..monim tau tempat tinggal Jin..ki?” tanyaku tersengal lagi.

“Sayangnya kami tidak pernah tau. Dia hanya akan selalu datang setiap minggu dan menemani anak-anak bermain.”



Aku kembali meneruskan langkahku setelah mengambil selembar daun yang jatuh. Terik matahari kali ini sangatlah menyengat. Fatamorgana. Bolehkah aku berharap fatamorgana itu bisa membentuk bayangan mu? Aku ingin melihatmu. Walau hanya sebuah fatamorgana. Aku ingin melihat dan merengkuhmu, walaupun ketika sudah dekat kau akan segera menghilang.

---------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Aku tersadar dari lamunan panjangku ketika seorang waitters mengantarkan gelas cappucino keduaku.

Musim semi sudah datang lagi. Bau hujan ada dimana-mana, bahkan sekarang masih turun hujan. Hujan yang menemaniku mengingat semua kenangan tentang mu. Benar. Musin semi dan hujan mungkin akan kembali setiap tahunnya. Tapi kau tidak. Kau tidak akan menampakkan dirimu dihadapanku. Tak apa. Sepertinya waktu kita memang hanya sesingkat itu. Tak apa. Bukankah waktu yang singkat tetapi berharga itu sesuatu yang sangat sulit kau dapat kan? Aku bahagia pernah mendapatkannya. Denganmu.



THE END~~~

Huuaaaaaaa!!!!!! FF abal-abal ini ternyata bisa selesai. Saya kira ini FF bakalan jadi tak berujung.. wkwkwk... seperti yang sudah pernah saya sebutkan, kalo FF ini dibuat sebagai perayaan Comeback-nya SHINee meskipun agak telat (Cheosusemnida *BOW*) dan berakhirnya UTS saya, jadi yaaa.. gimana yaa,, maklumin aja ya, kalo sedikit (banyak kaliii) agak (sangat kaliiii) ndak kena, Cuma dibuat dalam waktu + 3 jam loooo. Bagaimana kah? Otte??? Setujukan, sama negosiasi saya??


DEEP BOW
*criinnngg!* ngilang bareng Taemin

Peom - As Tissue As Me

Tissue




“aku menemukan kata-kata bijak ini

ketika aku mengalami saat terberat dalam hidupku

tercampakkan...”


“Aku itu seperti kumpulan tissuee dalam kotaknya

Terpenjara, dan tak bisa kemana-mana

Hanya menunggu mu untuk mengambil ku dari kotak ku

Tapi aku cukup senang menjadi seperti itu..

Menjadi tissue

Yang setelah diambil selembar olehmu, akan muncul lembar lainnya yang baru..

Yang menjadi hal pertama yang kau butuhkan ketika menangis

Yang menjadi hal pertama yang kau ambil ketika berpeluh

Meskipun pada akhirnya kau buang ketika sudah kotor

Dan tidak berguna..”


“Aku senang karena menjadi tissue

Yang bisa menemanimu ketika letih dan sedih

Minimal aku tidak menjadi sepertimu

Yang bahkan tidak tahu siapa aku..”

Late Last -Part1-

Author    : HHSPIR
Tittle    : Late Last
Casting    : Park In Ri, Lee Jin Ki, Choi Min Ho
Genre    : Sad, Romance, Horror (?)
Rating    : PG-15 -TAPI mengandung bahasa yang sedikit frontal-
Note    :
-    Judulnya sengaja dibuat Late Last bukan karena Author ini ndak bisa bahasa inggris atau salah ketik wkwkwkwkwk (alibi)
-    FF nekat. Karena belum tau bakalan gimana kelanjutannya tapi sudah di aplut
-    Semoga kena deh ceritanya. Kalo ndak kena, dikena-kenain ya Readers yang baikkk....
-    Song Suggest; pokoknya lagu-lagu yang galu ajaaaaa
**********************************************************************************
Late Last
Kadang keterlambatan memang menyakitkan
Tapi tetap saja akan ada kebahagian ketika penantian berakhir
Tapi bagaimana kalau keterlambatan dan penantian itu bahkan tidak pernah ada.......
Lalu selama ini yang terlambat siapa?
Lalu selama ini aku menunggu siapa?



In Ri POV
“Aku merindukanmu” bisikku pada rintik-rintik air hujan yang jatuh perlahan.

Rintik air hujan itu seakan berusaha menembus dinding cafe disampingku dan menyanmpaikan titipanmu untukku. Dasar bodoh! Aku masih saja berfikir begitu.
Aku sedang menyesap secangkir cappucino hangat sambil melihat tenggelamnya cahaya matahari sore yang terbungkus oleh selaput mendung

Melihat bangku disampingku yang kosong dengan harap seseorang duduk disana menemaniku nanti. Setahun yang lalu, juga pada saat musim semi. Juga ketika bunga-bunga bermekaran dan tercium aroma hujan dimana-mana.

Kini aku benar-benar merindukannya
-------------------------------------------------------------------------------------------------

Tangaku meraba ke roda besi dingin yang ada disisi kiri dan kananku lalu memutarnya. Membuatku keluar dari ruangan berbau obat menyengat yang sama sekali tak kusukai. Semilir angin dan aroma khas yang sangat aku rindukan akhirnya datang. Hujan akan segera tiba, aku segera memperkuat putaranku pada roda besi itu. menyusuri koridor yang seterang apapun menurut orang akan tetap gelap dimataku. Gelap, gelap, dan gelap untuk gadis buta sepertiku.

Terus ku arahkan kursi rodaku hingga benar-benar berbenturan dengan beranda pembatas lantai dua.

“Huh, sayang kamar rawatku ada dilantai dua” kataku berbisik sendirian.

Aku merendahkan tanganku mencari-cari dimana rintik-rintik air hujan itu turun. Bunyi air hujan sudah bergemericik, tapi aku tetap tidak bisa menyentuhkan tanganku pada air hujan yang sudah berjatuhan entah dimana.

“Andai saja aku tidak kehilangan penglihatanku dan jadi buta begini” keluhku muncul lagi setelah beberapa hari menyimpangnya dalam-dalam bersama setiap umpatan-umpatan yang mengingatkanku pada kecelakaan yang aku alamai beberapa minggu lalu.

Kecelakaan yang membuat kehilangan penglihatan dan merenggut setiap warna kehidupanku, juga cedera sementra pada kakiku membuatku benar-benar terpuruk pada hari-hari awal. Namun berhasil dibujuk dengan rayuan Umma dan Appa yang berkata secepatnya akan mendapatkan donor mata dan aku akan segera sembuh. Juga janjit namjachinguku yang akan segera puland dari US untuk menemaniku disini.

Aku masih terus seibuk merutuki nasibku hingga akhirnya tersara bahwa bunyi gemericik air hujan semakin jarang dan terdengan perlahan.

“Hujan akan segera berhenti” kata ku sambil terus mencoba mengarahkan tanganku agar dapat menyentuk air hujan, mulai bangkit dari kursi roda.

“Agak kesini” kata seorang sambil mengarahkan tanganku maju sedikit kekanan dengan sentuhan tangannya yang dingin namun lembut.

“Aku muali merasakan satu per satu tetes air hujan membasahi tanganku disusul dengan berpuluh-puluh tetep berikutnya. Seperti berpuluh-puluh jarum tumoul yang menerjang namun tak memberikan luka, dan jika aku boleh berharap hujan itu seperti langit yang ikut menangis karena penderitaanku.

“Terima kasih” kataku sambil tersenyum kesembarang arah karena tidak tahu dimana letak pasti orang tadi berdiri.

“Sama-sama” terdengat orang ini mengatakannya sambil tersenyum.

Aku semakin khidmat menikmati setiap tetes air yang membasahi tanganku, membuat suasana henign antara kami –aku dan orang yang entah kenapa aku yakin masih berasa disampingku.

“Lebih enak jika kau menikmatinya dilantai bawah” katanya dengan penuh kehalusan.

“Benarkah?” kataku penasaran.

“Tentu. Kajja! Aku antar kau” katanya.

“Eh?” terlambat, dia sudah mendorong kursi rodaku melewati koridor menuju tangga untuk pengguna kursi roda.

“Kita dimana sekarang?” kataku penasaran setelah kursi rodaku terhenti.

“Dilantai bawah, di tepi teman tengah rumah sakit” kata yang seperti mengambil posisi duduk disampingku.

“Dirumah sakit ini ada taman juga?” tanyaku.

Namun tanyaku belum sempat terjawab karena dia langsung meraih tanganku dan menadahkannya diudara. Merasakan kembali tetesam air mata langit hingga tanpa kusadari terbentuk senyum di bibirku.

“Boleh aku pinjam tanganmu sebentar?” tanyanya sedikit menyela kesenanganku dengan air hujan (?)

“Eh? Hmm..” kataku berdengung.

Kurasakan lagi sentuhannya yang dingin dan lembut meraih tanganku mengarahkannya kedepan namun sedikit menjulur kebawah. Membuat tanganku menyentuh sesuatu. Dia menggerakkan tanganku untuk emmetik sesuatu lalu menaruhnya dalam pangkuanku.

“Apa ini?” tanyaku.

“Bunga mawar” dia terdengar mengucapkannya dengan tersenyum lagi.

Aku mengarahkan bunga mawar itu dan menyentuh setiap kelopaknya yang basah oleh air hujan tadi.

“Terimakasih banyak... nggg” aku menggantungkan kalimatku tersadar kalau kami bahkan belum berkenalan.

“Hihihihiii..” Dia malah tertawa geli, membuat seluruh wajahku terasa panas. “Jinki, Lee Jinki imnida.” Katanya.

Andai saja aku bisa melihat sekarang, dia pasti sedang mengulurkan tangannya padaku. Andai saja aku bisa melihat, aku pasti bisa melihat senyumnya, senyum yang seharusnya terlihat hangat dan menenangkan. Andai saja!

Lagi-lagi untaian khayalan dan perandai-andaian datang menggelayutiku.

“Kau?” katanya memutuskan khayalanku.

“Eh? Mmm... Park In Ri” kataku menyodorkan tangan ketempat yang aku kira paling dekat dengannya.  Tapi sepertinya yang aku pikirkan salah, karena aku dengar dia melangkah sebentar.

“Bangapseumnida.” Katanya terdengar seperti mendekatkan wajahnya padaku.

Orang ini, orang ini sebenarnya wajahnya seperti apa?
Orang yang mendekatkanku pada satu-satunya hal yang membuatku bisa tersenyum dalam gelap seperti sekarang. Mengetahui langit ikut menangis dalam setiap gelapku.

“Mmm... Jinki-ssi juga pasien disini?” tanyaku mengingat ini bukan jam besuk.

“Bisa dibilang begitu” katanya lalu menyentuh punggunku.

Biasanya aku akan segera menangkis sentuhan-sentuhan seperti itu. Tapi sentuhannya seakan mengunciku, terasa ringan dan sangat nyaman.

“Kau suka hujan?” tanyanya yang mungkin sekarang sedang melihatku yang asyik menikmati tetesan air hujan yang jatuh ditanganku lagi.

“Iya, sangat!” kataku singkat tak mau kehilangan moment dengan airmata sang langit.

“Wae?” tanyanya lagi

“Hanya suka saja. Tidak butuh suatu alasan untuk menyukai kan?”

Dia tidak menjawab. Benar-benar hening yang menyelimuti kami. Hingga aku mulai merasakan tetesan air hujan makin jarang menyentuh tanganku yang masih setia menunggu tetesan selanjutnya. Hingga akhirnya tetesan itu benar-benar menghilang.

“Hhhhh...” kataku melenguh kecewa. “Hujannya sudah berhenti”

“Sudahlah, besok pasti turun lagi” katanya yang ternyata masih disampignku. Aku kira dia tidak akan letah menemaniku yang buta dan juga duduk di kursi roda ini.

“Mm.. iya, mungkin.” Kataku sedikit menggantung.

“Pasti turun lagi” katanya meyakinkanku lalu menepuk-nepuk pundakku halus.

Entah kenapa aku langsung mempercayai kata-katanya. Padahal ini sudah akhir musim semi, dan cuaca sudah mulai panas.

“Sekarang, ayo kembali” katanya mengakhiri keheningan diantara kami.

“Eh?” tanyaku sedikit kaget karena tiba-tiga tertarik dari lamunanku.

“Ayooo.. aku antar ke kamarmu” katanya.

Aku merasakan dia yang ada dibelakangku menunduk meraih penahan kursi roda yang ada di sisi depan. Membuat aku bisa mencium bau tubuhnya. Barang sekelebat, baunya harum. Perbaduan antara wangi maskulin dan aromaterapi.

“Kajja! Eh? Kamarmu dimana?” katanya polos sambil mendorong kursi rodaku perlahan melewati koridor sepi yang menurutku gelap. Namun merasakan ada seseorang yang memberikan kehadirannya untukku, membuatku lebih dari sekedar rasa nyaman.
******************************************

“Yakk!! Oppa, apa maksudmu?”

“Sudah, Inri. Cukup. Kita se-le-sai!” katanya sambil menekankan kata terakhir.

“Wae? Hikks..ughh,, hiikss. Wae? Apa salahku pada Oppa?” sentakku yang sudah tidak bisa lagi membendung air mata.

“Wae?!?! Kau masih bertanya? Kau sudah tidak berguna lagi In Ri. Sudah cukup? Puas? Jangan buat aku mengatakan sesuatu yang lebih kasar dari itu.”

Aku hanya membeku mendengar ucapannya, berusaha menahan rasa sakit yang berkecamuk.

Ada apa ini? Tiba-tiba Minho Oppa –namjachinguku—jauh-jauh menelepon dari US. Aku kria dia akan mengatakan kalau dia akan segera pulang, tapi malah pernyataan seperti ini yang aku dapat darinya. Dia meminta putus dari ku. Kenapa? Bukankah baru beberapa hari yang lalu dia berkata akan segera pulang ke Seoul dan menemaniku? Ada apa dengannya? Kenapa dia memintaku melepaskannya?

“Oppa? Apa Oppa menyukia yeoja lain?” tanyaku sambil meremas-reman selimutku. Berusaha menahan rasa sakit.

“Ck! Kau malah mencurigaiku? Yakk?! Park In Ri, lebih baik kau berkaca pada dirimu sendiri” katanya.

Aku termenung. Apa maksudnya? Apa dia mau bilang kalau dia memutuskanku akrena keadaanku yang buta sekarang. Kemana Choi Min Ho yang dulu hangat padaku, selalu mendampingiku susah ataupun senang. Min Ho yang menyesap lembut punggung tanganku dan tertidur dipangkuanku.

Ah! Benar! Sekarang, aku adalah seorang gadis buta yang tidak berguna. Ck! Dasar bodoh! Aku benar-benar tidak tau diri. Mana pantas seorang gadis buta bersama dengan Choi Min Ho, seorang pelajar pertukaran sekolah tinggi terkenal. Aku bukan siapa-siapa sekarang, tak lebih dari sekedar sampah.

“Kita selesai In Ri. Kalau pun suatu hari kita bertemeu, meski aku yakin dengan keadaanmu yang seperti itu tida akan bisa melihatku, anggao kita tidak pernah bertemu.” Ia benar-benar mengatakannya dengan datar dan menusuk.

“Annyeong.”

PIP..

Sambungan telepon terputus bahkan ketika aku masih belum sadar sepenuhnya dari apa yang beru saja dikatakannya.
===========================================================================

Author POV
In Ri kalap.

Setelah termenung beberapa saat, ketika seorang suster memasuki kamarnya dan meminta ijinnya melakukan pemeriksaan, In Ri meluapkan semuanya. Mulai membanting handphone, menarik lalu membuang selimut asal.

“Nona, apa yang anda lakukan?” tanya suster itu.

“PRAAAAAANNNGGGGG!!” (ini gelas pecah saudara-saudara) In Ri turuss dari ranjangnya dan menyapu bersih seluruh gelas kaca dimeja nakans dekat ranjang. Membuatnya terhempas kelantai dan pecah berkeping-keping.

“Arghhhh!!!” In Ri mulai mencoba berjalan, namun tentu saja dia jatuh karena cedera kecelakaan itu. pecahan kaca membuat permukaan lutut dan kakinya tertancap, membuat darah berceceran. Namun sungguh dia menjerit bukan karena itu. Bukan, semua itu semata-mata hanya alasan.

“Nona, Astaga!!” sang suster yang melihat itu semua memekik. Namun siapa peduli? In Ri sudah menutup telinganya.

Dia masih berusaha bangkit namun terhalang oleh selang infus yang masih menancap di nadinya. Dengan kasar In Ri menarik jarum itu dan membuangnya.

“Nona.. Nona tidak boleh melakukannya” kata suster yang masih berusaha menenangkan In Ri namun ketika sister itu berhasil menyentuh sedikit kulitnya, In Ri mulai memekik lagi.

“Pergi! Pergi!! Jangan sentuh aku!” katanya melempar apapun yagn ada didekatnya, tak terkecuali pecahan kaca yang membuat suster itu panik lalu pergi mencari pertolongan.

In Ri terdiam dalam tangisnya. Menangis sekeras-kerasya. Selama mata itu masih bisa digunakan untuk menangis. Ya, satu-satunya hal yang bisa dilakukan kedua mata coklat muda itu sekarang.
-----------------------------------------------------------------------------------------


In Ri terus menangis bahkan sampai tidka mengeluarkan air mata. Membuat rasa sakit yang menganga terasa timbul tenggelam.

Ia menutup dirinya dari dunia luar bahkan sampai langkah-langkah ringan yang menghampirinya tak bisa membuatnya yang duduk membelakangi pintu merasakan kehadiran sesosok itu.

In Ri terus menangis bahkan ketika langkah-langkah itu semakin mendekat.

Tuukk.. (ceritanya ini suara langkah ya chingu ^^)
Tukk,,
Tuk..

“Uljimayo..”
Perkataan itu diucapkan dengan cara yang sangat menyejukkan oleh orang yang tangannya sedang memeluk In Ri dari belakang.

“Uljimayo..” katanya lagi.

In Ri terdiam sesaat, menyimpan dalam-dalam aroma maskulin dan aromaterapi dari tubuh orang itu. Namun entah mengapa luka yang sesaat tadi tenggelam kini timbul lagi.

“Pergi!!” hentak In Ri seketika

“...”

“Pergi kubilang!!”

“...” tapi orang itu tak bergeming

“PERGI!!!!” kata In Ri mulai berusaha melepaskan diri.

Namun pelukannya malah semakin erat membawa tubuh In Ri terhanyut akan ketenangan hati sang empunya pelukan. Namun lukanya yang terlanjur timbul karena terjamah pelukan yang sama dengan pelukan mantan-namjachingu-nya masih mencoba merangsek keluar.

“...” Orang yang masih bergeming itu malah membenamkan kepalanya dalam pundak In Ri. Seakan berusaha merenggut semua penderitaan In Ri, menelannya untuk dirinya sendiri dan takkan membiarkan gadis ini merasakannya barang setetespun.

“Pergi..” kata In Ri mulai lirih

“Uljima..” katanya berbisik pada In Ri

“Gomapta, Jinki-ssi.”
-------------------------------------------------------------------------------------------------------------


Dua minggu kemudian...



To Be Continued.. ^^
Sengaja mau buat reader marah, wkwkwkk!!! Doa’kan semoga menemukan inspirasi yang tepat untuk FF yang satu ini.

Terimakasih bagi yang sudah baca..

Other Information

Ikuti Terus Blog ini ya...
Oiya,, bagi para pengikut,, Add FB aku juga ya.. di Indriyanti Agutina Putri dan my twitter @2096park