In Ri
POV
Pagi ini, aku bersiap kesekolah lebih awal dari
biasanya. Dua jam sebelum bel sekolah berbunyi. Setelah berpamitan pada Park
Bom Eonni aku segera pergi.
Aku harus mengunjungi satu tempat terlebih
dulu. Menuju kesebuah apartement dan memencet bell-nya.
“In Ri, mau berangkat ke sekolah?” tanya Taesun
Oppa setelah muncul dari balik daun pintu.
“Ne. Taemin Oppa, eoddiga?” tanyaku sambil
melepas tas ku dan menaruhnya di sofa.
“Di kamar. Masuk saja.” katanya lalu berjalan
ke dapur.
Aku memasuki kamar namjachinguku dan merasa yang
entah bagaimana baunya sudah berubah setelah satu malam berpenghuni. Baru
beberapa langkah memasuki kamar, Taemin Oppa sudah keluar dari kamar mandi
dengan rambut sedikit basah.
Pandangan kami bertemu dan dan aku memasang
senyum simpul seperti biasanya sedangkan dia berjalan mendekat. Setelah tepat
berada di depan ku, dia memegang pundak ku dan meraih kerah jas seragamku,
menariknya kebelakang dan menyenderkan kepalanya di pundak ku.
“Disini gelap. Aku benar-benar tidak tahu
apa-apa.”
Aku membalas pelukannya dan berusaha memberinya
semua kekuatan yang ku miliki
----------------------------------------------------------------
Aku sedang duduk menantikan bus datang ketika
Gae Shin menghampiri.
“Bagaimana Taemin Oppa?” tanya Gae Shin duduk
disamping ku
“Baik-baik saja. Hanya masih butuh sedikit
istirahat.” Jawabku singkat
“Bus-ku sudah datang, aku akan ke apartementnya
dulu. Semoga harimu menyenangkan.” Kataku sebelum naik bus.
“Ya. hati-hatilah.” Kata Gae Shin.
Aku duduk disalah satu tempat duduk yang
kosong. Merogoh tas dan mengeluarkan sebuah album. Memandangnya sebentar dan
memikirkan bagaimana cara membuat Taemin Oppa sedikit demi sedikit sadar
kembali. Aku bahkan tak sadar ketika bus
berhenti di tempat tujuanku.
Aku memencet bell apartemen namjachinguku lagi.
Karena tidak ada jawaban, aku langsung masuk kedalam. Sepi. Kelihatannya Taesun
Oppa sedang pergi. Aku lantas masuk keruang tamu dan melihat Taemin Oppa sedang
duduk bersandar di sudut kanan sofa sambil membaca sebuah buku, aku segera
menghampiri dan duduk disampingnya.
“Buku apa?” tanyaku berusaha memeberi pertanda
aku datang
“Bukan apa-apa.” Jawabnya singkat tanpa menoleh
Aku hanya mendesah pelan lalu mengeluarkan
album dari tasku, beberapa foto kenangan kami berdua. Sebuah foto mengingatkanku
pada saat kami bermain komedi putar bersama-sama, foto itu kuambil dari kamera
polaroid milik Taemin Oppa. Ketika dia membuat sebuah luka kecil dipergelangan
tanganku.
“In Ri.” Kata Taemin pelan namun masih dapat
kudengar.
*********************
Author
POV
“Ne.” Kata In Ri tak terlalu antusias karena
masih memandangi album itu
“Aku mau kau jadi milikku.” Kata Taemin,
sedangkan In Ri tersenyum kecil dan menyenderkan kepalanya di pundak Taemin.
“Belum cukupkah aku selalu ada disampingmu?
Belum cukupkah kita selalu bersama?” tanya In Ri
“Belum. Karena kalau hanya begitu, kau pasti akan
meninggalkanku” Kata Taemin tanpa mengalihkan pandangannya dari buku.
“Kalau aku meninggalkanmu, kau harus segera
mengejarku.” Kata In Ri
“Cih!” Taemin mendecis. “Untuk apa aku mengejarmu,
kalau kau sendiri yang meninggalkanku.” Kata Taemin datar
Suasana hening beberapa saat untuk mereka,
Taemin menunggu jawaban In Ri tapi In Ri tidak merasa kalimat Taemin terakhir
adalah sebuah pertanyaan.
“Hey! Aku masih menunggu jawabanmu.” Kata
Taemin mengarahkan tangannya pada punggung In Ri, berjalan ke tengkuk dan
mencekik leher belakangnya.
“Uhuk,, haruskah aku mengatakannya? Uhuk! Tentu
saja aku mau.” Kata In Ri menghabiskan sisa nafasnya.
“Pintar.” Kata Taemin sambil mencium pipi In Ri
berkali-kali.
Sedangkan In Ri tidak bisa melakukan apa-apa
karena untuk bernafas saja sulit, Taemin masih terus mencekiknya dari belakang,
membuatnya tidak berkesempatan merasakan Oksigen.
**************************
Taemin
POV
Tidak bisa kupungkiri kalau aku dengan senang
hati melakukannya. Aku suka membuat dia terlihat tersiksa, aku suka
menyakitinya.
Karena aku tidak berminat melepaskan cekikanku
dari tengkuknya, tak perlu menunggu waktu lama. Cukup lima menit, dia sudah
menyerah.
“Hah!” desahku “Kalau dia tidur secepat ini, dia
tidak akan merasa sakit. Dan aku tidak suka itu.” kataku sambil merengkuh
tangannya. Menelusuri sela-sela jarinya dengan jariku. Mengangkatnya mendekati
bibirku dan menghisap telapak tangannya sebentar.
“Kira-kira apa yang bisa kulakukan agar ini
semakin menarik?” kataku sambil mengeluarkan pisau lipatku. Terpikir olehku
untuk melakukan sesuatu.
“Eh? Sudah ada bekas luka disini.” Aku sedikit
menyesal ketika melihat sebuah bekas luka di pergelangan tangannya.
“Baiklah, lagi pula tempat itu tidak menarik lagi.”
Kataku sambil melirik telapak tangannya.
Aku goreskan perlahan-lahan pisau lipatku ke
telapak tangannya. Semakin lama semakin dalam dan semakin menuntut. Goresan
pisauku membentuk tanda silang di telapak tangannya.
“Mmmmhhh..” In Ri terdengar menahan rasa sakit
yang bahkan bisa dirasakan hingga alam bawah sadarnya.
Pandanganku beralih ke telapak tangan lainnya
yang masih belum tersentuh luka. Aku tinggalkan luka yang mulai mengeluarkan
darah segar yang masih menetes. Biarkan saja! semakin kering, mereka akan
semakin menarik.
Aku berputar ke sisi lain tubuhnya dan
menggenggam tangannya. Mengarahkan pisau lipatku ke telapak tangannya, pisauku
sudah menempel dan siap mengelupas kulit luarnya ketika ada seseorang muncul
dari balik pintu.
“Taemin!! In Ri!!!” pekiknya sambil berlari
kearah sofa, matanya menjadi duakali lebih besar ketika melihat darah segar
mengalir dari telapak tangan In Ri.
“Taemin apa yang kau lakukan!” katanya berdiri
dihadapanku.
“Ceeh!!!” kataku dengan nada meremehkannya.
“Apa yang kau pegang itu?!” pekiknya lagi
sambil merebut pisau lipatku dan melemparnya keluar.
“Sssttt.. jangan terlalu keras. Nanti dia
terbangun.” Kataku sambil memandang In Ri.
“Kau!!! Kau ini kenapa? Hah?!” orang ini
benar-benar. Kusuruh memelankan suara, dia malah berteriak makin keras dan
menarik kerah bajuku.
“Hah! Dia itu milikku! Tak perlu ikut campur.”
Kataku sambil meninju dan memutar tangannya membuatnya berteriak, aku tarik
tubuhnya merunduk dan memukul punggunya dengan siku. Sekali pukulan dia sudah
pingsan.
Aku melihat mereka berdua bergantian lalu
menyeringai.
Tiba-tiba kepalaku terasa berat dan dadaku
sesak. Sepertinya jantung dan paru-paruku tak mau bekerja. Membuatku merosot ke
lantai. Pelan tapi pasti, aku merasakan lembar-lembar kertas hitam menutup mataku
membuatnya semakin lama semakin kabur. Hingga benar-benar tak terlihat apa-apa.
*************************************
Author
POV
Taemin merasa sedikit demi sediki cahaya
menerobos kelopak matanya yang tertutup. Ia mengerang pelan dan tersadar dari pingsannya.
Bau ruangan lembat ini membuatnya ingat sesuatu.
“Rrrgghh..” Taemin mengereang ketika berusaha
bangkit dari tempat tidurnya.
Ia tidak melihat siapapun berada dikamarnya,
ruangan itu kosong. Telinganya mendengar dua orang berbicara di balik pintu
kamar rumah sakitnya. Perlahan-lahan namun cukup untuk ia mengerti.
“Jangan khawatir dia akan segera sadar.” Kata
seseorang dengan suara yang terdengar cerdas
“Baiklah.” Kali ini kata Taesun.
“Tapi dokter, kali ini dia akan terbangun dalam
keadaan...” Taesun tidak ingin melanjutkan kalimatnya.
“Kami belum bisa memastikan, tapi mungkin
benturan dikepalanya akan membuat sedikit perkembangan.” Kata dokter sedikit
ragu.
“Baiklah..” kata Taesun pasrah kemudian terdengar
suara langkah kaki dokter itu menjauh.
Tak berapa lama kemudian, terdengar Taesun
masuk ke kamar Taemin. Taesun sedikit terkejut namun berusaha menguasai
ekspresinya ketika melihat Taemin duduk lemas dipinggir ranjang sambil
menundukkan kepala.
“Taemin kau sudah bangun?” tanya Taesun
mendekati adiknya itu
“Maafkan aku.” Kataku Taemin menatap Taesun
dengan mata berkaca-kaca
“Tak apa, itu bukan salahmu.” jawabnya
“Bagaimana keadaan In Ri?” tanya Taemin
perlahan karena takut mendengar jawabannya
“Dia sudah baikan, setelah dokter mengobati
lukanya, dia boleh langsung pulang.” Kata Taesun disusul dengan hembusan nafas
lega Taemin.
“Kau jangan khawatir, dia tidak marah padamu.”
kata Taesun.
“Aku tau.” Kata Taemin
“Dia menitipkan ini untukmu kalau kau bangun
nanti.” Katanya sambil menyodorkan ampol berpita kecil pada Taemin.
Aku tau dia tidak akan marah,,
Dan itu membuatku marah pada diriku sendiri..
******************************************
Taemin
POV
Aku meraih amplop itu dan membacanya. Isinya
singkat saja, tidak sampai setengah lembar
“ Oppa,
kau sudah sadar? Baguslah kalau begitu.
Kau
tau? Kata temanku, seorang namja jatuh cinta pada seorang yeoja karena matanya
dan seorang yeoja jatuh cinta pada namja karena hatinya.
Itu
sebabnya, ketika tatapan matamu berubah menjadi menakutkan sekalipun aku tetap
mencintaimu. Karena aku tau hatimu tak akan pernah berubah. Benarkan?
Jangan
tersenyum membacanya, aku jadi malu.
Baiklah.
Aku mau pulang dulu, setelah itu akan menemanimu dirumak sakit agar Oppa cepat
sembuh.
Jadi
tunggu aku. ^^”
Aku tak kuat menahan senyum ketika membacanya.
Bahkan aku tak menyadari kalau Taesun Hyung masih berada di sampingku.
“Yaa!! Kenapa kau tak memberitahuku sebelumnya
tentang penyakitmu? Kau malah memberi tau In Ri lebih dulu.” Kata Taesun.
Aku selalu merasa bersalah mengingat tentang
penyakitku. Menyadari kalau aku sering sekali menyakiti orang-orang yang
kucintai. Seolah megingatkanku pada
dosa-dosaku, meski aku tau Taesun Hyung
tidak bermaksud begitu.
“Mianhae..”
“Eh? Aku tidak bermaksud begitu.” Kata Taesun
dengan nada menyesal.
“Hyung, boleh aku pinjam ponselmu?”
Setelah menerima ponsel Taesun Hyung, aku
segera mengetik ‘Balasan surat cintaku’ untuk In Ri.
“Kau
tau kenapa aku hanya selalu, kau tau? ‘Kambuh’, jika aku ada didekatmu?
Mungkin
ini seperti sebuah pembelaan diri, tapi ini benar-benar dari hatiku.
Bukan
karena kau cantik, atau sebagainya.
Tapi
kurasa, karena aku hanya akan kambuh jika bersama dengan orang yang membuatku
nyaman untuk mengeluarkan diriku yang sebenarnya.
Jadi
aku pikir, karena kau selalu membuatku nyaman,, aku hanya akan ‘Kambuh’ jika
didekatmu.”
Aku berhenti mengetik dan mengirimkannya. Bisa
ku bayangkan wajahnya akan tersenyum dan memerah ketika membaca pesan ini.
Senyumnya pasti akan mengembang
Dan pipinya akan bersemu merah..
**************************************
In Ri
POV
Aku keluar dari apartement dan melihat
kesamping jendela.
“Hujan?” tanyaku pada diri sendiri. Aku kembali
masuk apartement dan mengambil sebuah payung, kemudian berjalan cepat keluar
bangunan.
Aku berlari karena takut terkena percikan air
hujan. Setelah sampai di halte bus, aku duduk dan menepuk-nepuk pundakku yang
tetap terkena percikan hujan walau berlindung di bawah halte.
Dengan tidak sabar aku mengetuk-ketuk alat
kakiku ke tanah, mengangkat tangan dan melihat jam.
“Kenapa busnya lama sekali?” tanyaku.
“Apakah terlambat karena hujan?” lagi-lagi aku
bertanya pada diriku sendiri.
Aku pikir terlalu lama untuk menunggu bus,
lebih baik aku segera sampai di rumah sakit, dan bertemu Taemin Oppa. Akhirnya
aku memutuskan untuk berjalan menuju ke stasiun kereta api, mungkin aku akan
lebih cepat sampai jika naik kereta api.
Ternyata tak banyak orang yang ingin berpergian
di cuaca begini, hanya ada beberapa orang yang berada di stasiun itu bersamaku.
Menunggu di sisi kiri stasiun, bersebrangan dengan pintu masuk dan keluar
stasiun. *Anggap aja, rel kereta api Korea kayak yang di Indonesia, nggak punya
membatas antara stasiun dan rel tapi dengan rute pendek kayak dikorea. Oke?!*
Bagi kebanyakan orang lebih baik duduk didepan
televisi sambil memakan ramen. Tapi tidak untukku, aku yakin akan lebih bahagia
jika segera sampai dirumah sakit.
Aku baru akan duduk ketika mendengar ponselku
bergetar, sepertinya SMS. Nomor Taesun Oppa, tapi aku tau ini dari Taemin Oppa.
“Kau
tau kenapa aku hanya selalu, kau tau? ‘Kambuh’, jika aku ada didekatmu?
Mungkin
ini seperti sebuah pembelaan diri, tapi ini benar-benar dari hatiku.
Bukan
karena kau cantik, atau sebagainya.
Tapi
kurasa, karena aku hanya akan kambuh jika bersama dengan orang yang membuatku
nyaman untuk mengeluarkan diriku yang sebenarnya.
Jadi
aku pikir, karena kau selalu membuatku nyaman,. Jadi aku hanya akan ‘Kambuh’
jika didekatmu.”
Aku merasa pipiku menggelembung menahan senyum
maluku. Aku bahkan menutupi mukaku
dengan ponsel. Setelah membaca pesan itu, aku jadi menyesal tidak membawakan
namjachinguku itu makanan, atau buah. Apa lebih baik aku membelinya sekarang?
Baiklah, aku akan membeli sesuatu untuk namjachinguku yang baik ini dulu.
Aku berjalan menyeberang melewati jalur kereta
api, dan masih terlalu terharu untuk menyadari bahwa sebuah kereta
api berjalan mendekat. Terlambat ketika teriakan orang-orang itu menyadarkanku,
sudah terlambat. Kereta itu sudah terlalu dekat denganku.
Aku melihat ular besi itu berlari mendekat
kearahku, hanya tinggal beberapa centimeter saja. namun ketika kereta itu
menerobos tubuhku, aku tidak merasakan apapun. Seakan kereta itu melewatiku
begitu saja. Hanya merasa sebuah aliran listrik kecil melewati peredaran
darahku, dan semuanya terasa ringan. Kemudian aku melihat tubuhku sendiri
terlempat begitu jauh.
Biarkan kenangan ini terbang
Bersama,,
Dengan puing-puing tubuhku yang kini
berhamburan..
Akan kutinggalkan kenangan kita,
Namun tak akan kulupakan
Aku kutunggu kau untuk datang menemuiku
Dan membuat kisah yang baru
*********************************
Taemin POV
Aku
hanya bisa menatap kosong keluar jendela kamar berinterior kuning itu. “Taemin,
kau tidak ikut? Kami sudah mau berangkat” tanya seorang wanita berusia akhir
duapuluh itu berujar lemas kepadaku, kemudian berjalan pergi.
Namun
aku tetap diam tak bergerak. Kenapa di pergi secepat itu? dia tak memiliki
kesempatan belum melihatku sembuh sepenuhnya. Bahkan kamar ini masih
beraromakan tubuhnya, tergeletak bekas perban bekas darahnya, lantai ini masih
penuh jejak kakinya, bahkan handuk setengah kering masih tergeletak disofa.
Aku meraih
handuk pink itu perlahan. Melihat sehelai rambutnya yang terpisah dari jazadnya
yang kini disemayamkan. Aku mengaitkan rambut itu di jariku dan mengikatnya
pelan, mengeluarkan pisau lipat dari saku celanaku. Ketika melihat ujung pisau
yang tajam, keinginanku semakin bulat untuk melakukannya. Mengarahkan pisau itu di pergelangan
tanganku, cukup tiga kali saja semuanya akan berakhir. Cukup tiga goresan, aku
akan bertemu lagi dengannya.
tunggu aku,
aku akan segera menemuimu dan merangkai
kisah kita bersama lagi..
kisah yang lebih baik,,
Satu,,
Dua,,
Tiga,,
cairan merah pekat deras mengalir keluar dari sebuah urat nadiku yang putus.
Sesaat
kemudian, sebuah cahaya silau mematikan menghampiriku, aku mengikutinya
berharap In Ri menungguku diujung sana.
“Lihatlah, bodonya aku..
kini aku benar-benar mengejarmu yang
meninggalkanku,
padahal dulu aku mendecis ketika kau
memintanya..”
---------------------------------------------------------------------------
TUHAN,
Aku
menyukai sekuntum bunga matahari
Dan
katanya, aku adalah mataharinya
Tapi
sekarang dia sudah pergi
Dia
pernah bilang, dia bisa mati tanpaku
Jadi,
bolehkah tuhan?
Jika aku
pergi menyusulnya
Agar
bisa merangkai kisah yang lebih indah
Aku
benar-benar tidak ingin bunga matahariku itu mati
Aku
benar-benar ingin selalu menemaninya
--------------------------------------------------------------
“이태민 <3 박인리”
03/11/2011 – 16.34