Halaman Yang Ada Di Blog-ku

Sabtu, 31 Desember 2011

Half Life


Author: Park In Ri
Casting: Han Sang Hwa, Lee Jin Ki
Genre: Dream(?), Romance, Horror(?)
Rating: PG-15
Lenght: One Shoot
******************************************
Half Life
******************************************
Author POV
Sore itu, bunyi sirene melengking memecah suara berjuta-juta air yang turun ke bumi. Seorang Yeoja pengidap Sirosis baru saja ambruk dan sedang mempertaruhkan nyawanya di ambulance itu.
“Sang Hwa... Hiks, hiks, Sang Hwa! Bertahanlah! Jebal..” kata Ji Woo sudah hampir menangis melihat chingunya yang terbaring lemah.
“Ehm, iya Tante. Kami sedang membawanya ke Rumah Sakit biasanya. Iya. Baik, Tante.” Kata Seorang Yeoja lagi yang bernama Dong Ae sedang berbicara panik di ponselnya.
Ambulance itu melaju makin cepat menembus air hujan yang begitu deras membentuk tirai. Seseorang didalam sana sedang berusaha sekuat tenaga mempertahannkan nyawanya. Dia, dia adalah orang diantara banyak orang yang memilik keinginan hidup yang sangat besar.
“Demi apapun, aku ingin tetap Hidup.”

-------------------------------------------------------------------
“Kami harus segera melakukan operasi pencangkokan hati sekarang.” Kata seseorang dengan jubah putihnya yang panjang.
“Tapi, bukankah kita sudah menjadwalkan operasinya sebulan lagi dokter?” tanya Seorang laki-laki yang sedari tadi sibuk menenangkan seorang perempuan yang terus terisak.
“Kerusakan hatinya berkembang semakin parah. Kita tidak bisa menunggu selama itu.” kata Dokter.
Isakan perempuan yang duduk dikursi itu terdengar semakin besar. Seraya memanggil nama anaknya dengar Lirih.
“Sang Hwa.. Sang Hwa anakku..” katanya.
Laki-laki itu melihat istrinya sebentar lalu mengambil nafasnya dalam-dalam.
“Baiklah Dokter, saya akan segera menghubungi calon pendonornya. Lakukan sekarang.” Kata laki-laki itu serius.
--------------------------------------------------------------------

“Kami sudah mempersiapkan ruang operasinya, dan kami akan segera melakukan pembiusan.” Kata Dokter yang sama dengan dokter kemarin.
“Baiklah.” Kata Han Yun Ho, Ayah Sang Hwa.
“Jakkaman, dokter.” Kata Ibu Sang Hwa menghentikan langkah dokter.
“Boleh saya menemui Yong Hwa?” tanyanya.
“Tentu, silahkan.” Kata dokter.
Ibu Sang Hwa segera masuk ke ruang yang ditunjukkan dokter. Melihat putra pertamanya yang baru pulang dari luar negeri harus segera bersiap-siap menjalani operasi pencangkokan hati.
“Yong Hwa.” Kata Ibunya lirih.
“Ne, Eomma.” Kata pemuda itu tersenyum berusaha tidak menunjukkan rasa takutnya.
“Yong Hwa, terimakasih telah membantu Sang Hwa.” Kata Ibunya.
“Eomma, Gwaenchana. Sang Hwa itu adikku, sudah seharusnya aku melakukan ini.” Kata Yong Hwa menatap lurus ke mata Ibunya.
“Kau bahkan harus cuti kuliah untuk melakukan cangkok hati.” Kata Eomma.
“Eomma. Uljimayo.” Kata Yong Hwa berusaha menenangkan Ibunya.
“Berjanjilah kau akan baik-baik saja.” kata Ibu sambil memegang pundak putranya.
“Ne, Eomma. Aku janji.” Kata Yong Hwa.
Tak berapa lama kemudian, Ranjang Sang Hwa dan juga Yong Hwa telah berada di dalam ruang Operasi. Seluruh keluarga menunggu dengan panik di luar, mereka semua spontan menoleh ketika melihat lampu merah di atas pintu ruang operasi menyala. Pertanda operasi telah dimulai.
------------------------------------------------------------


Sang Hwa POV
Disini, tercium bau yang sangat harum
menenangkan,,
menggodaku untuk terus tertidur..
“Sang Hwa.. Sang Hwa.. Ireona.” Suara seseorang itu menggangguku. Dari suaranya, dia pasti seorang Namja.
“Sang Hwa.. Ireona.” Katanya lagi. Suara ini sangat lembut, hingga membuatku tanpa sengaja membuka mata. Penasaran kepada pemiliknya.
Ketika aku membuka mata, yang tampak adalah seorang laki-laki yang mungkin usianya sama denganku. Mengenakan bajunya yang putih, tampak seperti seorang malaikat dengan senyum ramah menghiasi deretan giginya yang rapi ditambah rambut cokelat mudanya.
“Sang Hwa.. sudah bangun?” tanya kemudian merangkul tanganku, membimbingku bangun.
“Nugu? Eodiga?” tanyaku ketika aku menyadari aku sedang tertidur di sebuah kursi yang ada di sebuah taman yang sangat luas, dihiasi dengan bunga-bunga dan pohon rindang yang condong menghadap sungai kecil yang airnya mengalir jernih ke muara danau.

“Aku? Panggil saja aku Jinki. Kau suka tempat ini?” tanyanya.
Aku menyernyitkan dahiku, berusaha mengingat. Suara terakhir yang aku dengar adalah lengkingan ambulance dan jeritan panik dari Ji Woo. Cahaya terakhir yang aku lihat adalah cahaya dari layar proyektor Lab Biologi. Kemudian aku merasakan sakit laluu,, aku ada disini.. apakah.. apakah.. apakah ini..
“Kau tidak perlu takut, ini bukanlah Surga atau semacamnya. Dan kau tenang saja, kau masih hidup.” Kata pemuda yang mengaku bernama Jinki itu, tepat ketika aku sedang menerka-nerka apa yang sebenarnya terjadi.
“Ooohh..” kataku. Hanya itu yang bisa aku katakan.
“Kau suka tempat ini?” tanyanya lagi.
Aku segera memandang sekitar lalu mengangguk. Tempat ini nyaman dan tenang.
“Hemm..” katanya tersenyum. “Sayang kau hanya bisa mengunjunginya sekali.” Katanya lagi.
“Jinki-ssi, kenapa disini?” tanyaku
“Menunggumu.” Katanya pelan sambil tersenyum lagi.
“Eh?” aku merasa sesuatu yang panas diwajahku. Apakah wajahku memerah? Secara tidak sengaja aku mengipaskan tanganku disekeliling wajah.
“Kau mau ikut aku?” tanya Jinki-ssi sambil menyodorkan tangannya padaku.
*****************************************


Jin Ki POV
Aku senang akhirnya dia datang,
Aku senang ketika aku bisa memegang tangannya
Dan aku senang ketika bisa berjalan disampingnya seperti sekarang.
Aku menjinjitkan kakiku untuk meraih buah apel yang merah matang dan memetiknya.
“Kau mau?” tanyaku menawarkan apel padanya.
Lalu dia mengangguk pelan dan menerimanya. Kemudian dengan malu-malu menggigitnya kecil. Kyeopta!
Waktunya tinggal beberapa jam lagi.
“Mmmm.. bagaimana keadaan Yong Hwa Hyung?” tanyaku berbasa-basi.
“Eh? Kau mengenal Yong Hwa Oppa? Mm.. dia sedang belajar di Amerika sekarang.” Katanya setelah mengunyah apelnya.
“Aaaa..” kataku mengangguk-angguk. Tentu saja dia tidak tau, kalau sekarang Yong Hwa sedang tertidur disampingnya.
“Jinki-ssi, kenapa kita, mmm.. maksudku ‘aku’ hanya bisa mengunjungi tempat ini sekali saja?” tanyanya.
“Karena aku menunggumu disini. Hahahaha...” kataku.
Aku melihat wajahnya yang bingung dengan jawabanku, kemudian aku mencoba mengkoreksi jawabanku.
“Sang Hwa-ga. Sebenarnya, tidak semua orang bisa mengunjungi tempat ini. Bisa mengunjunginya sekalii saja seumur hidup sudah merupakan suatu anugerah.” Kataku sambil mengangkat tanganku ingin membelai rambutnya namun aku urungkan.

“He?” katanya sambil menggigit apel dengan cukup besar.
“Ani. Hanya saja, hidup ini seperti sebuah puzzle. Namun bedanya, jika kau salah meletakkan potongan puzzle kau bisa melepaskan dan menggantinya dengan potongan yang lain. Tapi hidup ini tidak, sekali kau memutuskan sesuatu kau tidak bisa mengubahnya lagi. Sekali terjadi sesuatu, kau tidak bisa memutarnya lagi. Mengerti?” tanyaku.
Tapi beberapa saat kemudian aku melihat ekspresi wajahnya yang polos sambil menggeleng-gelengkan kepalanya. “Molla.” Katanya innocent
“Haiiisshhh, ya sudah. Kau makan saja apelmu.” Kataku sedikit kesal.
Kulihat dia memanyunkan bibirnya. Kemudian dengan berbinar-binar menyodorkan apelnya padaku. “Oppa mau?” tanyanya.
Oppa? Dia memanggilku Oppa? Oh Tuhan, ini bahkan lebih dari yang aku bayangkan. Ini bahkan jauh dari yang aku minta padamu Tuhan. Aku memandang apel yang dia sodorkan padaku dan wajahnya secara bergantian. Kemudian aku mendekatkan wajahku dan menggigit sedikit apelnya.
“Gumawo.” Kataku
“Ne, sama-sama.” Katanya kemudian menarik lagi apelnya dan menggigitnya dengan malu-malu.
*************************************


Sang Hwa POV
Aku mulai merasa
Kalau aku nyaman berada disini
Tempat ini menenangkan dan juga Jinki-ssi yang ada disampingku

“Kau mau duduk Sang Hwa?” tanya Jin Ki Oppa.
“Kajja.” Kataku kemudian berlari menuju pinggiran sungai yang tampak sangat jernih.
“Tidak apa-apa kita duduk disini? Nanti gaunmu kotor.” Kata Jinki Oppa.
“Eh?” kataku. Aku bahkan tidak menyadari kalau aku memakai gaun selutut yang berwarna putih. Sejak kapan aku memakainya?
“Gwaenchana, sepertinya disini nyaman.” Kataku kemudian duduk dipinggir sungai.
“Baiklah.” Kata Jinki Oppa menyusulku duduk disana.
Aku menurunkan kakiku terkena arus sungai yang membuat kakiku sedikit tertarik arus. Mengangkat kaki kiri dan kanan bergantian dan membiarkan bagian bawah gaun selututku basah oleh air. Aku menoleh ke Jinki Oppa yang baru saja memalingkan wajahnya dari ku.
Apa dia baru saja memandangku tadi? Haishh,, wajahku kembali memanas.
Aku melihat lagi kearahnya. Dia sedang mengayunkan kepalanya untuk untuk menyingkap rambut yang menutupi dahinya. Wajahnya tenang, sangat tenang, dan menenangkan.
Aku memainkan air di tanganku sebentar dan memercikkannya kewajah Jinki Oppa.

“Kekekeke..” aku tertawa melihatnya berusah menghindari percikan air dariku, tapi aku terus memercikinya.
“Ya! Sang Hwa!!” katanya berteriak jahil padaku.
“Kekekeke.. Jinki Oppa, hati-hati kau basah!” kataku menjahilinya.
“Ya! Baiklah, rasakan ini!” sekarang dia juga memercikiku dengan air.
Wajah tenangnya seakan hilang ketika tertawa. Berganti menjadi wajah yang tulus dan polos seperti seorang anak kecil, matanya yang kecil menjadi benar-benar hilang jika tertawa sepert itu.
Tidak terasa kami hampir basah karena terlalu asyik bermain air.
“Hahahah!! Oppa, berhenti! aku sudah basah! Hahaha!! Berhenti!” kataku sambil tertawa.
“Ya! Apa kau sudah mengaku kalah?” tanyanya.
“Baiklah, baiklah.. aku kalah.” Kataku menyerah.
Setelah kami berdua berhenti memercikan air kesatu sama lain. Kami berdua terdiam, terhanyut dalam pikiran masing-masing.
“Jinki Oppa..” kataku sambil menghadapkan muka kami berdua.
“Ne?” tanyanya.
“Apa Oppa tidak bosan sendirian disini?” tanyaku.
“Tidak. Karena aku tau, kau akan datang. Karena aku menunggumu.” Kata Jinki Oppa sukses membuat mukaku bersemu merah lagi.
************************************


Jin Ki POV
“Sang Hwa..” kataku ketika kita berdua sudah mulai diam lagi.
“Ne?” tanyanya.
“Kau haus?” tanyaku.
“Eung.” Balasnya.
“Kemari!” ajakku sambil menuju ke muara sungai kemudian duduk berjongkok disana.
“Sini, duduk disini.” Kataku sambil menepuk-nepuk tempat disampingku.
Dia merapikan roknya dan ikut duduk berjongkok disampingku.
Aku segera meraih kedua tangannya. Aku merasakan dia ingin menarik tangannya lagi.
“Gwaenchana.” Kataku pada Sang Hwa.
Aku meraih tangannya lebih erat, dan menyetarakan kedua telapak tangannya membentuk mangkuk kemudian memasukkannya kedalam air dan melepaskan genggamanku.
Aku juga memasukkan tanganku dan mengambil sedikit air lalu segera meminumnya.

“Ahhh.. segar!” kataku padanya.
Aku lihat dia masih membiarkan air itu ditangannya. “Ayo coba! Ini sangat segar.” Kataku tapi dia masih diam.
“Ini air bersih, jangan khawatir.”kataku menyakinkannya, hingga dia mau meminum air di tangannya itu.
“Otte? Segar bukan?” tanyaku disusul anggukannya.
Sang Hwa mengusap sisa air dimulutnya lalu duduk di tepi sungai lagi dan aku mengikuti apa yang dilakukannya.
“Kau mau tidur dipundakku?” tanyaku padanya.
Tak lama kemudian aku merasakan dia menyandarkan kepalanya pada pundakku. Rasanya penantianku selama belasan tahun ini terbayar sudah.
“Jinki Oppa..” panggilnya
“Ne..” jawabku mendengar dia memanggil namaku
“Gumawo..” katanya.
“Bukan, bukan kau yang harusnya berterimakasih, tapi aku. Gumawo,,” balasku
“Hheemm.” Aku bisa merasakan dia tersenyum.
Hening beberapa saat membuatku mengenang apa yang aku lakukan bersamanya hari ini. Ini sudah cukup meski hanya beberapa jam, ini sudah cukup. Ini sudah bisa membayar penantianku.
Astaga! Waktunya tinggal beberapa menit lagi.
“Sang Hwa..” kataku
“Mm..” balasnya
“Kau sudah tidur?” tanyaku
“Ani..” katanya.

“Ma’af, telah menghilangkan potongan puzzlemu yang hilang.” Kataku
“Eh?” balasnya berusaha bangun dari sandaran pundakku tapi aku mencegahnya.
“Aku berjanji, aku berjanji akan mengembalikannya.” Kataku.
“Oppa, apa yang kau katakan? Puzzle apa?” tanyanya lagi.
“Mulai sekarang, hiduplah dengan bahagia. Jangan pernah salah meletakkan potongan puzzle hidupmu.” Kataku.
“Karena aku akan tetap melihatmu dari sini, jadi yang ingin aku lihat darimu hanyalah kebahagiaan.” Kataku.
“Hmmmm.” Sang Hwa hanya bergumam, sudah tidur rupanya.
Aku menoleh pada kepalanya yang masih bersandar pada pundakku. Memutar pelan kepalaku, dan mengecup pelan keningnya. Chup
“Saranghaeyo, Sang Hwa. Saranghayo Yeongwonhi.” Kataku.
Waktunya sudah habis.
Aku memejamkan mataku, tidak tahan melihat kepergiaannya. Perlahan-lahan aku merasakan kepalanya yang bersandar dipundakku makin hilang dan akhirnya lenyap.
********************************


Sang Hwa POV
Operasi Pencangkokan hati itu sudah berlalu hampir tiga minggu yang lalu. Begitupula dengan pertemuan dengan Jinki Oppa. Pertama kali, aku merasa kecewa karena pertemuan itu hanyalah mimpi yang sangat panjang. Tapi aku percaya, aku memang pernah mengalami itu, aku memang pernah mengunjunginya, tempat yang hanya bisa dikunjungi satu kali seumur hidup.
Kenangan-kenangan tentang pertemuan itu selalu memudar setiap harinya. Maka dari itu aku selalu berusaha keras untuk mengingatnya, menulis setiap detailnya.
“Sang Hwa, kau baik-baik saja?” tanya seseorang di depan pintu.
“Ne, Eonni. Apakah Eonni baru dari kamar Yong Hwa Oppa? Bagaimana keadaannya?” Kataku.
“Iya, dia baik-baik saja. Lebih baik darimu malah.” Katanya menggoda untuk segera sembuh.
Dia adalah Lee Young Ki, Eonni manis teman dekat Oppa ku.  Dulunya kami pernah bertetangga sebelum aku sekeluarga pindah, tapi mereka bertemu lagi ketika universitas dan berteman baik hingga sekarang.
“Eonni, aku mau ke kamar mandi dulu.” kataku
“Ne. Hati-hati.” Katanya.
Aku berjalan ke kamar mandi dengan perlahan, aku hanya akan mencuci muka. Setelah mencuci muka aku malah terhayut memandangi bayanganku dalam cermin.
Aku berjalan keluar sambil memasukkan tangaku kedalam saku piyama rumah sakit. Tiba-tiba tanganku menyentuh sesuatu yang sedikit keras. Aku mengeluarkannya dari sakuku, dan memandanginya sebentar.
Sebuah potongan Puzzle. Aku pernah mengenal Puzzle ini.

Flashback~~
“Jinki Oppa! Pokoknya, Oppa harus mencari potongan puzzle ku!” kataku
“Ma’af, Sang Hwa! Aku janji aku akan mencarinya!” balasnya
“Kau harus mengemukannya!!” kataku sambil memanyunkan bibir manja dan pergi dari rumahnya.
“Ya,, aku janji.” Katanya lirih.
End Flashback~~

“Puzzle,,”
“Jinki,,”
“Lee Jin Ki!”
Berkelebat dalam pikiranku tentang seorang teman lama yang sudah tidak pernah aku temui lagi. Lee Jin Ki, aku sudah lama tidak mendengar kabarnya. Bukankah.. bukankah...
Aku segera berjalan cepat keluar dari kamar mandi dan menghampiri Young Ki Eonni.
“Eonni..” kataku
“Ne, Sang Hwa?” balasnya
“Apa Eonni punya seorang adik?” tanyaku.
“Kenapa kamu tiba-tiba bertanya begitu?” tanyanya sedikit kaget dengan pertanyaanku sampai-sampai menjatuhkan sekuntum bunga yang akan dijadikannya buket.
“Punya?” tanyaku terus mendesak Young Ki Eonni.
“Ya.. tapi sudah meninggal belasan tahun lalu.” Katanya
Dadaku sesak mendengar jawaban Young Ki Eonni, takut menerka-nerka kemungkin yang ada.
“Ma’af. Tapi, siapa namanya, Eonni?” tanyaku pelan.
“Jin Ki.. Lee Jin Ki. Kau juga pernah mengenalnya.” Kata Young Ki Eonni
Aku diam, mendengar jawaban Young Ki Eonni. Tanganku masih berada di dalam saku piyama, terus memegang potongan puzzle.

“Ya, aku memang pernah mengenalnya.”
“Bahkan kami baru bertemu beberapa minggu yang lalu.”
“Jin Ki-ssi..Ani, Jin Ki Oppa..”
“Terimakasih, terimakasih banyak..”
************************************

“Sama-sama Sang Hwa.”
“Teruslah bahagia, teruslah tersenyum.”
“Aku harap aku terus melihatmu tersenyum.”
“Selalu tersenyum.”







*FIN*
Huft, ini FF jadi dalam waktu kurang dari 6 jam, jadi maklum kalo hasilnya mengecewakan. Sebenernya udah lama ada ide buat bikin ini cerita, tapi tiba-tiba dapet anugerah –virus males saya ilang-, dan langsung saya tulis dan terhanyut ide sampe selesai. jadi, lahirlah FF ini.

31-12-2011 / 19.31
H-1, 1 day before 01-02-2012
-Home- Menunggu sendirian di malam tahun baru..
Park In Ri

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Other Information

Ikuti Terus Blog ini ya...
Oiya,, bagi para pengikut,, Add FB aku juga ya.. di Indriyanti Agutina Putri dan my twitter @2096park