Halaman Yang Ada Di Blog-ku

Sabtu, 05 November 2011

Double Mask For Double Face 2 -part3-


In Ri POV
Pagi ini, aku bersiap kesekolah lebih awal dari biasanya. Dua jam sebelum bel sekolah berbunyi. Setelah berpamitan pada Park Bom Eonni aku segera pergi.
Aku harus mengunjungi satu tempat terlebih dulu. Menuju kesebuah apartement dan memencet bell-nya.
“In Ri, mau berangkat ke sekolah?” tanya Taesun Oppa setelah muncul dari balik daun pintu.
“Ne. Taemin Oppa, eoddiga?” tanyaku sambil melepas tas ku dan menaruhnya di sofa.
“Di kamar. Masuk saja.” katanya lalu berjalan ke dapur.
Aku memasuki kamar namjachinguku dan merasa yang entah bagaimana baunya sudah berubah setelah satu malam berpenghuni. Baru beberapa langkah memasuki kamar, Taemin Oppa sudah keluar dari kamar mandi dengan rambut sedikit basah.
Pandangan kami bertemu dan dan aku memasang senyum simpul seperti biasanya sedangkan dia berjalan mendekat. Setelah tepat berada di depan ku, dia memegang pundak ku dan meraih kerah jas seragamku, menariknya kebelakang dan menyenderkan kepalanya di pundak ku.
“Disini gelap. Aku benar-benar tidak tahu apa-apa.”
Aku membalas pelukannya dan berusaha memberinya semua kekuatan yang ku miliki
----------------------------------------------------------------
Aku sedang duduk menantikan bus datang ketika Gae Shin menghampiri.
“Bagaimana Taemin Oppa?” tanya Gae Shin duduk disamping ku
“Baik-baik saja. Hanya masih butuh sedikit istirahat.” Jawabku singkat
“Bus-ku sudah datang, aku akan ke apartementnya dulu. Semoga harimu menyenangkan.” Kataku sebelum naik bus.
“Ya. hati-hatilah.” Kata Gae Shin.
Aku duduk disalah satu tempat duduk yang kosong. Merogoh tas dan mengeluarkan sebuah album. Memandangnya sebentar dan memikirkan bagaimana cara membuat Taemin Oppa sedikit demi sedikit sadar kembali.  Aku bahkan tak sadar ketika bus berhenti di tempat tujuanku.
Aku memencet bell apartemen namjachinguku lagi. Karena tidak ada jawaban, aku langsung masuk kedalam. Sepi. Kelihatannya Taesun Oppa sedang pergi. Aku lantas masuk keruang tamu dan melihat Taemin Oppa sedang duduk bersandar di sudut kanan sofa sambil membaca sebuah buku, aku segera menghampiri dan duduk disampingnya.
“Buku apa?” tanyaku berusaha memeberi pertanda aku datang
“Bukan apa-apa.” Jawabnya singkat tanpa menoleh
Aku hanya mendesah pelan lalu mengeluarkan album dari tasku, beberapa foto kenangan kami berdua. Sebuah foto mengingatkanku pada saat kami bermain komedi putar bersama-sama, foto itu kuambil dari kamera polaroid milik Taemin Oppa. Ketika dia membuat sebuah luka kecil dipergelangan tanganku.
“In Ri.” Kata Taemin pelan namun masih dapat kudengar.
*********************
Author POV
“Ne.” Kata In Ri tak terlalu antusias karena masih memandangi album itu
“Aku mau kau jadi milikku.” Kata Taemin, sedangkan In Ri tersenyum kecil dan menyenderkan kepalanya di pundak Taemin.
“Belum cukupkah aku selalu ada disampingmu? Belum cukupkah kita selalu bersama?” tanya In Ri
“Belum. Karena kalau hanya begitu, kau pasti akan meninggalkanku” Kata Taemin tanpa mengalihkan pandangannya dari buku.
“Kalau aku meninggalkanmu, kau harus segera mengejarku.” Kata In Ri
“Cih!” Taemin mendecis. “Untuk apa aku mengejarmu, kalau kau sendiri yang meninggalkanku.” Kata Taemin datar
Suasana hening beberapa saat untuk mereka, Taemin menunggu jawaban In Ri tapi In Ri tidak merasa kalimat Taemin terakhir adalah sebuah pertanyaan.
“Hey! Aku masih menunggu jawabanmu.” Kata Taemin mengarahkan tangannya pada punggung In Ri, berjalan ke tengkuk dan mencekik leher belakangnya.
“Uhuk,, haruskah aku mengatakannya? Uhuk! Tentu saja aku mau.” Kata In Ri menghabiskan sisa nafasnya.
“Pintar.” Kata Taemin sambil mencium pipi In Ri berkali-kali.
Sedangkan In Ri tidak bisa melakukan apa-apa karena untuk bernafas saja sulit, Taemin masih terus mencekiknya dari belakang, membuatnya tidak berkesempatan merasakan Oksigen.
**************************
Taemin POV
Tidak bisa kupungkiri kalau aku dengan senang hati melakukannya. Aku suka membuat dia terlihat tersiksa, aku suka menyakitinya.
Karena aku tidak berminat melepaskan cekikanku dari tengkuknya, tak perlu menunggu waktu lama. Cukup lima menit, dia sudah menyerah.
“Hah!” desahku “Kalau dia tidur secepat ini, dia tidak akan merasa sakit. Dan aku tidak suka itu.” kataku sambil merengkuh tangannya. Menelusuri sela-sela jarinya dengan jariku. Mengangkatnya mendekati bibirku dan menghisap telapak tangannya sebentar.
“Kira-kira apa yang bisa kulakukan agar ini semakin menarik?” kataku sambil mengeluarkan pisau lipatku. Terpikir olehku untuk melakukan sesuatu.
“Eh? Sudah ada bekas luka disini.” Aku sedikit menyesal ketika melihat sebuah bekas luka di pergelangan tangannya.
“Baiklah, lagi pula tempat itu tidak menarik lagi.” Kataku sambil melirik telapak tangannya.
Aku goreskan perlahan-lahan pisau lipatku ke telapak tangannya. Semakin lama semakin dalam dan semakin menuntut. Goresan pisauku membentuk tanda silang di telapak tangannya.
“Mmmmhhh..” In Ri terdengar menahan rasa sakit yang bahkan bisa dirasakan hingga alam bawah sadarnya.
Pandanganku beralih ke telapak tangan lainnya yang masih belum tersentuh luka. Aku tinggalkan luka yang mulai mengeluarkan darah segar yang masih menetes. Biarkan saja! semakin kering, mereka akan semakin menarik.
Aku berputar ke sisi lain tubuhnya dan menggenggam tangannya. Mengarahkan pisau lipatku ke telapak tangannya, pisauku sudah menempel dan siap mengelupas kulit luarnya ketika ada seseorang muncul dari balik pintu.
“Taemin!! In Ri!!!” pekiknya sambil berlari kearah sofa, matanya menjadi duakali lebih besar ketika melihat darah segar mengalir dari telapak tangan In Ri.
“Taemin apa yang kau lakukan!” katanya berdiri dihadapanku.
“Ceeh!!!” kataku dengan nada meremehkannya.
“Apa yang kau pegang itu?!” pekiknya lagi sambil merebut pisau lipatku dan melemparnya keluar.
“Sssttt.. jangan terlalu keras. Nanti dia terbangun.” Kataku sambil memandang In Ri.
“Kau!!! Kau ini kenapa? Hah?!” orang ini benar-benar. Kusuruh memelankan suara, dia malah berteriak makin keras dan menarik kerah bajuku.
“Hah! Dia itu milikku! Tak perlu ikut campur.” Kataku sambil meninju dan memutar tangannya membuatnya berteriak, aku tarik tubuhnya merunduk dan memukul punggunya dengan siku. Sekali pukulan dia sudah pingsan.
Aku melihat mereka berdua bergantian lalu menyeringai.
Tiba-tiba kepalaku terasa berat dan dadaku sesak. Sepertinya jantung dan paru-paruku tak mau bekerja. Membuatku merosot ke lantai. Pelan tapi pasti, aku merasakan lembar-lembar kertas hitam menutup mataku membuatnya semakin lama semakin kabur. Hingga benar-benar tak terlihat apa-apa.
*************************************
Author POV
Taemin merasa sedikit demi sediki cahaya menerobos kelopak matanya yang tertutup. Ia mengerang pelan dan tersadar dari pingsannya. Bau ruangan lembat ini membuatnya ingat sesuatu.
“Rrrgghh..” Taemin mengereang ketika berusaha bangkit dari tempat tidurnya.
Ia tidak melihat siapapun berada dikamarnya, ruangan itu kosong. Telinganya mendengar dua orang berbicara di balik pintu kamar rumah sakitnya. Perlahan-lahan namun cukup untuk ia mengerti.
“Jangan khawatir dia akan segera sadar.” Kata seseorang dengan suara yang terdengar cerdas
“Baiklah.” Kali ini kata Taesun.
“Tapi dokter, kali ini dia akan terbangun dalam keadaan...” Taesun tidak ingin melanjutkan kalimatnya.
“Kami belum bisa memastikan, tapi mungkin benturan dikepalanya akan membuat sedikit perkembangan.” Kata dokter sedikit ragu.
“Baiklah..” kata Taesun pasrah kemudian terdengar suara  langkah kaki dokter itu menjauh.
Tak berapa lama kemudian, terdengar Taesun masuk ke kamar Taemin. Taesun sedikit terkejut namun berusaha menguasai ekspresinya ketika melihat Taemin duduk lemas dipinggir ranjang sambil menundukkan kepala.
“Taemin kau sudah bangun?” tanya Taesun mendekati adiknya itu
“Maafkan aku.” Kataku Taemin menatap Taesun dengan mata berkaca-kaca
“Tak apa, itu bukan salahmu.” jawabnya
“Bagaimana keadaan In Ri?” tanya Taemin perlahan karena takut mendengar jawabannya
“Dia sudah baikan, setelah dokter mengobati lukanya, dia boleh langsung pulang.” Kata Taesun disusul dengan hembusan nafas lega Taemin.
“Kau jangan khawatir, dia tidak marah padamu.” kata Taesun.
“Aku tau.” Kata Taemin
“Dia menitipkan ini untukmu kalau kau bangun nanti.” Katanya sambil menyodorkan ampol berpita kecil pada Taemin.
Aku tau dia tidak akan marah,,
Dan itu membuatku marah pada diriku sendiri..
******************************************
Taemin POV
Aku meraih amplop itu dan membacanya. Isinya singkat saja, tidak sampai setengah lembar
“ Oppa, kau sudah sadar? Baguslah kalau begitu.
Kau tau? Kata temanku, seorang namja jatuh cinta pada seorang yeoja karena matanya dan seorang yeoja jatuh cinta pada namja karena hatinya.
Itu sebabnya, ketika tatapan matamu berubah menjadi menakutkan sekalipun aku tetap mencintaimu. Karena aku tau hatimu tak akan pernah berubah. Benarkan?
Jangan tersenyum membacanya, aku jadi malu.
Baiklah. Aku mau pulang dulu, setelah itu akan menemanimu dirumak sakit agar Oppa cepat sembuh.
Jadi tunggu aku. ^^”
Aku tak kuat menahan senyum ketika membacanya. Bahkan aku tak menyadari kalau Taesun Hyung masih berada di sampingku.
“Yaa!! Kenapa kau tak memberitahuku sebelumnya tentang penyakitmu? Kau malah memberi tau In Ri lebih dulu.” Kata Taesun.
Aku selalu merasa bersalah mengingat tentang penyakitku. Menyadari kalau aku sering sekali menyakiti orang-orang yang kucintai.  Seolah megingatkanku pada dosa-dosaku, meski aku tau  Taesun Hyung tidak bermaksud begitu.
“Mianhae..”
“Eh? Aku tidak bermaksud begitu.” Kata Taesun dengan nada menyesal.
“Hyung, boleh aku pinjam ponselmu?”
Setelah menerima ponsel Taesun Hyung, aku segera mengetik ‘Balasan surat cintaku’ untuk In Ri.
“Kau tau kenapa aku hanya selalu, kau tau? ‘Kambuh’, jika aku ada didekatmu?
Mungkin ini seperti sebuah pembelaan diri, tapi ini benar-benar dari hatiku.
Bukan karena kau cantik, atau sebagainya.
Tapi kurasa, karena aku hanya akan kambuh jika bersama dengan orang yang membuatku nyaman untuk mengeluarkan diriku yang sebenarnya.
Jadi aku pikir, karena kau selalu membuatku nyaman,, aku hanya akan ‘Kambuh’ jika didekatmu.”
Aku berhenti mengetik dan mengirimkannya. Bisa ku bayangkan wajahnya akan tersenyum dan memerah ketika membaca pesan ini.
Senyumnya pasti akan mengembang
Dan pipinya akan bersemu merah..
**************************************
In Ri POV
Aku keluar dari apartement dan melihat kesamping jendela.
“Hujan?” tanyaku pada diri sendiri. Aku kembali masuk apartement dan mengambil sebuah payung, kemudian berjalan cepat keluar bangunan.
Aku berlari karena takut terkena percikan air hujan. Setelah sampai di halte bus, aku duduk dan menepuk-nepuk pundakku yang tetap terkena percikan hujan walau berlindung di bawah halte.
Dengan tidak sabar aku mengetuk-ketuk alat kakiku ke tanah, mengangkat tangan dan melihat jam.
“Kenapa busnya lama sekali?” tanyaku.
“Apakah terlambat karena hujan?” lagi-lagi aku bertanya pada diriku sendiri.
Aku pikir terlalu lama untuk menunggu bus, lebih baik aku segera sampai di rumah sakit, dan bertemu Taemin Oppa. Akhirnya aku memutuskan untuk berjalan menuju ke stasiun kereta api, mungkin aku akan lebih cepat sampai jika naik kereta api.
Ternyata tak banyak orang yang ingin berpergian di cuaca begini, hanya ada beberapa orang yang berada di stasiun itu bersamaku. Menunggu di sisi kiri stasiun, bersebrangan dengan pintu masuk dan keluar stasiun. *Anggap aja, rel kereta api Korea kayak yang di Indonesia, nggak punya membatas antara stasiun dan rel tapi dengan rute pendek kayak dikorea. Oke?!*
Bagi kebanyakan orang lebih baik duduk didepan televisi sambil memakan ramen. Tapi tidak untukku, aku yakin akan lebih bahagia jika segera sampai dirumah sakit.
Aku baru akan duduk ketika mendengar ponselku bergetar, sepertinya SMS. Nomor Taesun Oppa, tapi aku tau ini dari Taemin Oppa.
“Kau tau kenapa aku hanya selalu, kau tau? ‘Kambuh’, jika aku ada didekatmu?
Mungkin ini seperti sebuah pembelaan diri, tapi ini benar-benar dari hatiku.
Bukan karena kau cantik, atau sebagainya.
Tapi kurasa, karena aku hanya akan kambuh jika bersama dengan orang yang membuatku nyaman untuk mengeluarkan diriku yang sebenarnya.
Jadi aku pikir, karena kau selalu membuatku nyaman,. Jadi aku hanya akan ‘Kambuh’ jika didekatmu.”
Aku merasa pipiku menggelembung menahan senyum maluku.  Aku bahkan menutupi mukaku dengan ponsel. Setelah membaca pesan itu, aku jadi menyesal tidak membawakan namjachinguku itu makanan, atau buah. Apa lebih baik aku membelinya sekarang? Baiklah, aku akan membeli sesuatu untuk namjachinguku yang baik ini dulu.
Aku berjalan menyeberang melewati jalur kereta api,  dan masih terlalu  terharu untuk menyadari bahwa sebuah kereta api berjalan mendekat. Terlambat ketika teriakan orang-orang itu menyadarkanku, sudah terlambat. Kereta itu sudah terlalu dekat denganku.
Aku melihat ular besi itu berlari mendekat kearahku, hanya tinggal beberapa centimeter saja. namun ketika kereta itu menerobos tubuhku, aku tidak merasakan apapun. Seakan kereta itu melewatiku begitu saja. Hanya merasa sebuah aliran listrik kecil melewati peredaran darahku, dan semuanya terasa ringan. Kemudian aku melihat tubuhku sendiri terlempat begitu jauh.
Biarkan kenangan ini terbang
Bersama,,
Dengan puing-puing tubuhku yang kini berhamburan..
Akan kutinggalkan kenangan kita,
Namun tak akan kulupakan
Aku kutunggu kau untuk datang menemuiku
Dan membuat kisah yang baru
*********************************
Taemin POV
Aku hanya bisa menatap kosong keluar jendela kamar berinterior kuning itu. “Taemin, kau tidak ikut? Kami sudah mau berangkat” tanya seorang wanita berusia akhir duapuluh itu berujar lemas kepadaku, kemudian berjalan pergi.
Namun aku tetap diam tak bergerak. Kenapa di pergi secepat itu? dia tak memiliki kesempatan belum melihatku sembuh sepenuhnya. Bahkan kamar ini masih beraromakan tubuhnya, tergeletak bekas perban bekas darahnya, lantai ini masih penuh jejak kakinya, bahkan handuk setengah kering masih tergeletak disofa.
Aku meraih handuk pink itu perlahan. Melihat sehelai rambutnya yang terpisah dari jazadnya yang kini disemayamkan. Aku mengaitkan rambut itu di jariku dan mengikatnya pelan, mengeluarkan pisau lipat dari saku celanaku. Ketika melihat ujung pisau yang tajam, keinginanku semakin bulat untuk melakukannya.  Mengarahkan pisau itu di pergelangan tanganku, cukup tiga kali saja semuanya akan berakhir. Cukup tiga goresan, aku akan bertemu lagi dengannya.
tunggu aku,
aku akan segera menemuimu dan merangkai kisah kita bersama lagi..
kisah yang lebih baik,,
Satu,,
Dua,,
Tiga,, cairan merah pekat deras mengalir keluar dari sebuah urat nadiku yang putus.
Sesaat kemudian, sebuah cahaya silau mematikan menghampiriku, aku mengikutinya berharap In Ri menungguku diujung sana.
“Lihatlah, bodonya aku..
kini aku benar-benar mengejarmu yang meninggalkanku,
padahal dulu aku mendecis ketika kau memintanya..”
---------------------------------------------------------------------------
TUHAN,
Aku menyukai sekuntum bunga matahari
Dan katanya, aku adalah mataharinya
Tapi sekarang dia sudah pergi
Dia pernah bilang, dia bisa mati tanpaku
Jadi, bolehkah tuhan?
Jika aku pergi menyusulnya
Agar bisa merangkai kisah yang lebih indah
Aku benar-benar tidak ingin bunga matahariku itu mati
Aku benar-benar ingin selalu menemaninya
--------------------------------------------------------------
이태민 <3 박인리
03/11/2011 – 16.34

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Other Information

Ikuti Terus Blog ini ya...
Oiya,, bagi para pengikut,, Add FB aku juga ya.. di Indriyanti Agutina Putri dan my twitter @2096park